Keluarga Menjadi Unit Utama Penanaman Antikorupsi

Sumber : acch.kpk.go.id

Fenomena sosial korupsi di era sekarang ini merupakan realitas dari perilaku manusia dalam interaksi sosial yang dianggap menyimpang. Korupsi sudah merajalela di Indonesia bersamaan dengan perkembangan hukum. Fenomena korupsi sudah dikatakan “being taken for granted”, sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Makna dari ”being taken for granted” itu sendiri dianggap sebagai sudah semestinya. Korupsi dikaitkan dengan penyuapan, yaitu suatu istilah umum yang meliputi penyalahgunaan wewenang sebagai akibat pertimbangan keuntungan pribadi yang tidak selalu berupa uang. Objek dari korupsi diantaranya korupsi uang, waktu dan tenaga.

Banyak para pejabat yang mengurangi waktunya, yang seharusnya digunakan untuk bekerja justru untuk kepentingan pribadi. Loyalitas kepada keluarga, kerabat dan golongan, terlihat lebih menonjol dibandingkan loyalitas kepada masyarakat. Akibatnya, apabila seseorang menduduki jabatan penting dalam suatu instansi, maka terbuka kesempatan baginya untuk menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan keluarga dan kerabat. Keadaan seperti itu yang pada akhirnya mempunyai potensi besar bagi perkembangbiakan korupsi. Sehubungan dengan hal tersebut, yang menjadi pokok permasalahan adalah, bagaimana menghilangkan budaya korup yang merugikan bagi bangsa dan negara itu. Banyak cara untuk menghempaskan budaya korup yang menjadi virus bangsa dan negara. Namun hanya peranan suatu populasi yang paling tepatlah yang akan menggerakkan budaya antikorupsi.

Lalu, populasi apakah yang akan menggerakkan budaya antikorupsi?

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan yang utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan dan berkembang hingga dewasa. Ibarat sebuah rumah, bangunan yang pertama kali dibuat adalah pondasi rumah, pondasi yang kuat akan membuat rumah tersebut tidak mudah roboh ketika diterjang angin kencang. Di rumah juga merupakan penanaman ideologi seseorang terbentuk untuk pertama kalinya. Oleh karena itu, keluarga menjadi alat yang sangat cocok dan efektif dalam menumbuhkan budaya anti korupsi. Bentuk pengajaran dalam keluarga sangat mempengaruhi perkembangan tingkah laku dan moral seseorang. Jika peran keluarga aktif, maka seseorang akan selalu termotivasi untuk melakukan hal-hal yang positif. Dengan demikian, yang dimaksud peran aktif keluarga adalah pendekatan psikologis terhadap anggota keluarganya.

Biasanya seseorang akan mengikuti tingkah laku yang diajarkan oleh keluarganya, baik dari tutur kata maupun sikapnya. Nah, seperti apa kata pepatah lama kalau buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Kemudian terbentuknya kepribadian seseorang juga berdasarkan bangku sekolah pertama, yaitu keluarga. Seorang anak akan mengikuti cara makan dan berjalan seperti orangtuanya. Sehingga keluarga perlu menanamkan karakter yang baik untuk menumbuhkan kepribadian yang berkualitas bagi generasinya.

 Jika peran keluarga pasif atau acuh tak acuh, maka seseorang akan merasa diabaikan dan timbul rasa egois dalam diri seseorang itu. Akibatnya, terbentuklah karakter yang buruk. Munculnya sikap tidak peduli, suka berbohong, tidak disiplin dan cenderung malas, akan membawa seseorang untuk melakukan perbuatan yang merugikan. Contoh kecil saja, di saat keluarga sedang ada acara kumpul bersama, seseorang itu tidak peduli terhadap acara pentingnya bersama keluarga. Kemudian akan muncul sikap berbohong untuk mencari alasan mengelak dari acara. Sikap bohong itu yang nantinya akan berkembang terus menerus menjadi sikap korup.

Bila melihat peran keluarga dalam membentuk karakter seseorang, maka semua anggota memiliki andil yang sama. Salah satunya peran orangtua, mereka harus berkomitmen dalam membentuk kepribadian dan karakter anak secara baik dan sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama. Para orangtua sebisa mungkin dapat memetik hikmah diantara permasalahan korupsi yang melibatkan generasi muda dan hubungan kekeluargaan yang semakin kental. Penanaman nilai-nilai karakter termasuk nilai kejujuran dan antikorupsi diteladani dari anggota keluarganya. Serta prinsip untuk tidak berbohong kepada diri sendiri dan orang lain sebisa mungkin telah melekat dalam sanubari seorang anak, agar kelak ketika sudah dewasa mampu menjaga pinsip hidupnya tersebut.

Dengan gaya hidup yang sederhana dapat diajarkan kepada anak untuk tidak boros dan menerima apa yang sudah diberikan Tuhan kepadanya. Gaya hidup sederhana dalam kehidupan keluarga merupakan nilai penting yang bisa mencegah perbuatan anak untuk hidup dalam keserakahan atau ketamakan. Harta halal yang dibawa pulang orang tua, bisa menjadi sarana pendidikan antikorupsi dalam keluarga. Membiasakan diri dengan yang halal dan penuh dengan sikap jujur, adalah keteladanan yang patut di contoh untuk membangun sikap antikorupsi bagi seseorang. Namun pada kenyataannya memang tidak banyak orang yang jujur ketika sedang dalam keadaan terpojok. Misalnya, demi menafkahi anak dan istri seseorang tega melakukan tindak pidana korupsi di instansi tempatnya bekerja. Kesenjangan-kesenjangan yang memperburuk keadaan ekonomi, bisa dijadikan alasan mengapa seseorang melakukan tindak pidana korupsi. Tanpa disadari, keluarga merupakan faktor pemicu seseorang untuk melakukan korupsi, karena pola hidup yang hedonis dan konsumtif keluarga.

Keluarga sebagai komponen masyarakat yang akan meneruskan penyelenggaraan negara dan masyarakat. Maka demi tercapainya kesejahteraan di masa depan, seseorang perlu dilatih kejujurannya sejak dini. Menanamkan sikap anti korupsi, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai kejujuran dalam keluarga yang diwarnai dengan rasa kebersamaan dan rasa memiliki satu sama lain sangatlah penting. Karena nilai kejujuran ibarat mata uang yang berlaku di mana pun. Pendidikan tentang kejujuran, kedisiplinan, dan kesederhanaan dalam lingkungan keluarga merupakan bentuk-bentuk pencegahan antikorupsi sejak dini dan diharapkan tetap menjadi pegangan hidup ketika seorang anak sudah memasuki usia dewasa serta berkecimpung dalam kehidupan masyarakat dan pemerintahan.

“Kedudukan, harta, dan popularitas boleh meningkat, namun tetaplah bergaya hidup sederhana sampai diri sendiri tidak lagi malu berada dalam lingkungan sekitar yang lebih kecil dari diri sendiri. Indahnya jika gajah memperhatikan semut kecil yang sedang menyebrang jalan, sehingga ia tega untuk menginjaknya.” – aina 


Written by Ihza Maulina 

0 Response to "Keluarga Menjadi Unit Utama Penanaman Antikorupsi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel